Rabu, 28 Oktober 2015

Penyebab Melemahnya Rupiah terhadap USD di Tahun 2015


Awal tahun 2015 diwarnai dengan melemah nya nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika (USD). Pada Januari 2015, 1 USD memiliki nilai rata-rata Rp 12.570. Sedangkan pada akhir Februari 2015, sekarang 1 USD memiliki nilai rata-rata Rp 12.825.
Padahal, secara ekonomi makro, Indonesia berada dalam kondisi yang cukup baik. APBN 2014 dan 2015 dinilai cukup sehat, Pemerintah merencanakan belanja dalam jumlah yang cukup besar di bidang infrastruktur, penerimaan pajak pemerintah diperketat dan lain sebagainya. 
Jadi apa kira-kira penyebabnya? Berikut beberapa kemungkinan penyebab melemahnya rupiah di tahun 2015:
Ekonomi AS yang Makin Membaik
Ekonomi AS bisa dibilang sedang 'bangun dari tidur nya'. Hal ini bisa dilihat dari angka pengangguran yang turun menjadi angka terendah sejak Mei 2000, yaitu 283.000. Hal ini juga dicerminkan terhadap nilai tukar Euro dan Yen Jepang yang juga melemah terhadap Dolar AS.
Iklim Politik yang tidak Stabil
Tidak bisa dipungkiri bahwa investor bisa memiliki sentimen negatif, apabila terjadi gejolak politik, walaupun semua indikator ekonomi menunjukkan hal yang positif. Drama KPK vs Polri yang belum ada penyelesaian pasti nya hingga DPR selesai dari masa reses nya di akhir Maret 2015, menghambat investor untuk mengucurkan dana ke Indonesia.
Kebijakan Keuangan yang Terlalu Mendadak
Pada awal tahun 2015, Pemerintah mengumumkan akan menerapkan pajak bunga terhadap deposito yang ada. Serta, mengharuskan bank untuk membuka data nasabah penyimpan deposito tersebut, untuk keperluan pajak. Ketentuan ini dituang pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak (Perdirjen) Nomor 01/PJ/2015. Langkah ini dianggap kontroversial dan akhirnya ditarik kembali pada tanggal 20 Februari 2015. Kalangan perbankan menganggap selain berpotensi melanggar UU Perbankan mengenai kerahasiaan data nasabah, hal ini dinilai juga dapat menyebabkan terjadi nya capital flight atau larinya modal dari dalam negeri ke luar negeri. Diduga telah terjadi capital flight di 2 bulan ini, yang juga mendukung melemah nya nilai tukar Rupiah, walau IHSG sedang dalam kondisi hijau. Penarikan Perdirjen ini disambut baik oleh Dirut Bank BCA, Mandiri dan BNI.
Belanja Infrastruktur
Belanja Infrastruktur dalam jumlah besar juga diduga telah melemahkan nilai tukar Rupiah, karena meningkatkan permintaan terhadap mata uang asing, terutama Dolar AS. Secara jangka panjang, belanja infrastruktur ini pasti menaikkan ekonomi Indonesia, serta memperkuat devisa dan moneter Indonesia.
Tetapi pasalnya, mayoritas infrastruktur yang dibutuhkan dalam waktu dekat, tidak memungkinkan untuk diproduksi di dalam negeri. Seperti contoh, Pemerintah baru saja menanda tangani MoU (Memorandum of Understanding) untuk pemesanan 500 kapal berkapasitas 3.500 - 5.000 gross ton, di mana 1 kapalnya bisa dihargai sekitar Rp 50 Milyar. Hal ini disebabkan tidak cukup banyak galangan kapal yang dapat memproduksi kapal dengan jumlah besar di waktu yang singkat.
Analisis : Bahwa kontribusi inflasi terhadap nilai  tukar  Rupiah/US$  lebih  besar  dibandingkan  indeks  derajat  keterbukaan ekonomi, suku bunga Bank Indonesia tenor 3 bulan, dan investasi asing bersih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar