Penyebab
Melemahnya Rupiah terhadap USD di Tahun 2015
Awal tahun 2015 diwarnai dengan
melemah nya nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika (USD). Pada Januari
2015, 1 USD memiliki nilai rata-rata Rp 12.570. Sedangkan pada akhir Februari
2015, sekarang 1 USD memiliki nilai rata-rata Rp 12.825.
Padahal, secara ekonomi makro, Indonesia berada dalam kondisi yang cukup baik. APBN 2014 dan 2015 dinilai cukup sehat, Pemerintah merencanakan belanja dalam jumlah yang cukup besar di bidang infrastruktur, penerimaan pajak pemerintah diperketat dan lain sebagainya.
Jadi apa kira-kira penyebabnya? Berikut beberapa kemungkinan penyebab melemahnya rupiah di tahun 2015:
Padahal, secara ekonomi makro, Indonesia berada dalam kondisi yang cukup baik. APBN 2014 dan 2015 dinilai cukup sehat, Pemerintah merencanakan belanja dalam jumlah yang cukup besar di bidang infrastruktur, penerimaan pajak pemerintah diperketat dan lain sebagainya.
Jadi apa kira-kira penyebabnya? Berikut beberapa kemungkinan penyebab melemahnya rupiah di tahun 2015:
Ekonomi AS yang Makin
Membaik
Ekonomi AS bisa dibilang sedang
'bangun dari tidur nya'. Hal ini bisa dilihat dari angka pengangguran yang
turun menjadi angka terendah sejak Mei 2000, yaitu 283.000. Hal ini juga
dicerminkan terhadap nilai tukar Euro dan Yen Jepang yang juga melemah terhadap
Dolar AS.
Iklim Politik yang
tidak Stabil
Tidak bisa dipungkiri bahwa investor
bisa memiliki sentimen negatif, apabila terjadi gejolak politik, walaupun semua
indikator ekonomi menunjukkan hal yang positif. Drama KPK vs Polri yang belum
ada penyelesaian pasti nya hingga DPR selesai dari masa reses nya di akhir
Maret 2015, menghambat investor untuk mengucurkan dana ke Indonesia.
Kebijakan Keuangan yang
Terlalu Mendadak
Pada awal tahun 2015, Pemerintah
mengumumkan akan menerapkan pajak bunga terhadap deposito yang ada. Serta,
mengharuskan bank untuk membuka data nasabah penyimpan deposito tersebut, untuk
keperluan pajak. Ketentuan ini dituang pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak
(Perdirjen) Nomor 01/PJ/2015. Langkah ini dianggap kontroversial dan akhirnya
ditarik kembali pada tanggal 20 Februari 2015. Kalangan perbankan menganggap
selain berpotensi melanggar UU Perbankan mengenai kerahasiaan data nasabah, hal
ini dinilai juga dapat menyebabkan terjadi nya capital flight atau larinya
modal dari dalam negeri ke luar negeri. Diduga telah terjadi capital flight di
2 bulan ini, yang juga mendukung melemah nya nilai tukar Rupiah, walau IHSG
sedang dalam kondisi hijau. Penarikan Perdirjen ini disambut baik oleh Dirut
Bank BCA, Mandiri dan BNI.
Belanja Infrastruktur
Belanja Infrastruktur dalam jumlah
besar juga diduga telah melemahkan nilai tukar Rupiah, karena meningkatkan
permintaan terhadap mata uang asing, terutama Dolar AS. Secara jangka panjang,
belanja infrastruktur ini pasti menaikkan ekonomi Indonesia, serta memperkuat
devisa dan moneter Indonesia.
Tetapi pasalnya, mayoritas
infrastruktur yang dibutuhkan dalam waktu dekat, tidak memungkinkan untuk
diproduksi di dalam negeri. Seperti contoh, Pemerintah baru saja menanda
tangani MoU (Memorandum of Understanding) untuk pemesanan 500 kapal
berkapasitas 3.500 - 5.000 gross ton, di mana 1 kapalnya bisa dihargai sekitar
Rp 50 Milyar. Hal ini disebabkan tidak cukup banyak galangan kapal yang dapat
memproduksi kapal dengan jumlah besar di waktu yang singkat.
Analisis : Bahwa kontribusi inflasi terhadap nilai tukar
Rupiah/US$ lebih besar dibandingkan indeks
derajat keterbukaan ekonomi, suku bunga Bank Indonesia tenor 3 bulan, dan
investasi asing bersih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar